Author: Dulur Baraya
•7/13/2010 12:45:00 PM


Tak terasa sudah 2 tahun kita bareng-bareng di kelas, perpisahan kelas udah dilaksanakan di villa daerah Subang atau Lembang ( nu eta weh lah pokok na mah ). Perjuangan sebenernya kerasa banget, mulai dari ngurus anak-anaknya yg ikut, transportasi, survey sana-sini, konsumsi juga. Tapi semua seolah kebayar pas liat keluarga Dulur Baraya + Pak Dian pada seneng dan ketawa-ketawa di sana dengan kegiatan dan keadaan yang seadanya. Meskipun Bu Evi sebagai wali kelas ga ikut dan ga semua nya ikut, tapi tetep suasana seru. asa kabayar kacape teh. Pingin sih sebenernya ngadain acara lagi, meskipun harus capek kesana-kesini, tapi klo ngeliat Dulur Baraya bisa seneng, terbakar sudah semua keringat ini.

Bermula saat masih direncanakan, kelas XII-B4 pada ngobrol sama Bu Evi di kelas kemudian tercetuslah sebuah ide untuk perpisahan kelas. Meskipun sempat ada beberapa kendala, tapi Alhamdulillah semua lancar. Terikat lah sebuah ide untuk berendam di Subang, tepatnya di Sariater. Kemudian ada rencana buat survey ke sana, dan kemudian ditentukan harinya . Langsung weh nyarita di villa na lah, lama dan panjang klo nyeritain masalah behind the scene nya mah. Okeh .. okeh ..

Breettt .. hujan besar nan dingin langsung menyambar kita semua yang sudah stand by di halaman Masjid Agung Provinsi Jawa Barat. Konsumsi masih ada di rumah Alex, hujan-hujanan weh tungtungna mah dengan dirinya. Sampai di rumahnya, Ibu nya Alex masih ngebungkusin. Akhirnya, ikut ngebantuin dulu biar cepet selesai ( sambil agak isin karena udah ngerepotin ). Si Hengpon asa eundeur wae, karena ada yang nelepon wae lagi. Kabar serem, si sopir udah ga sabar cenah, terpaksa agak dicepetin ngebungkusnya. Singkat cerita selesai ngebungkus, beserta membawa beberapa peralatan sampai motor heurin. Berangkat lah kita semua dari tempat stand by menuju TKP. Saya naik motor dengan Alex pake helm yang minjem punya Vana. Disingkat-singkat weh lah caritana, nu penting nyarita pas di villa na, da nu rame na mah didinya. Sementara transit dulu, nunggu Pak Dian. Saya tukeran posisi dengan Ndoth, jadi saya yg naek mobil. Perjalanan cukup jauh juga disertai pemandangan dari beberapa hamparan kebun teh dan akhirnya sampai lah kita di TKP. Geus lah tong rea ngadongeng deui, langsung carita pas di villa. Kagok, sakalian nyarita di perjalanan menuju villan oge.

Turun dari mobil, terpaksa harus jalan kaki karena mobil sulit untuk masuk. Suasana kebun sangat menyegarkan terutama saat menuju villa melalui jalan berbatu, hamparan hijau daun teh begitu menyemarakan suasana. Pagar besi yang sedikit using sudah terlihat, itu tandanya kita telah sampai di villa. Tiba-tiba terlihat sebuah asap mengepul, namun itu adalah asap dari kolam air hangat. Sudut kiri terlihat seperti hutan yang belum terjamah, begitu masuk sudah terlihat kesederhanaan dari villa itu. Ada sebuah kamar yang nyengcle, tidak menyatu dengan ruangan lainnya. Belok ke sebelah kanan, langsung terlihat sebuah ruang keluarga dan di luarnya terdapat sebuah dapur beserta tempat untuk memanggang dan cuci piring. Berkumpul sejenak di pelataran dapur sambil nyanghunjar karena cararangkeul.

Sampai di sana hampir menjelang maghrib, karena kita semua umat muslim, maka kita shalat ashar dulu dikarenakan belum masuk ke waktu maghrib. Ngantri di bawah ngambil air wudhu sambil menahan dinginya udara petang itu, satu per satu telah selesai. Hingga saya lah yang rada terakhir kabagean bareng sama Ima. Selesai shalat, entah refleks atau apalah namanya. Akhirnya saya salaman dengan Ima ( siga biasa lamun beres shalat ), beuh …. Dipikir-pikir maghrib hanya tinggal hitungan menit, ari sayah teu inget. Jadi weh, ngambil kembali air wudhu diselimuti angin malam. Titirisan deui, gara-gara Ima yeuh. Selesai shalat maghrib, makanan langsung digotong ke atas ( anu bieu mungkusan ). Kaca dimana-mana, sajadah ke segala arah, dan ada beberapa korsi cukup tertata rapih saat makan malam akan hadir. Tapi, kita semua memilih untuk ngariung membentuk sebuah lingkaran. Lesehan, makannya pake nasi dus ( gaya yeuh nasi dus ). Sambil makan ada yang popotoan seperti biasa. Hmm .. rasa lapar seolah tak bisa lagi dihindari, langsung saja dimakan semuanya. Ada yang bawa additional food alias makanan tambahan dan ada juga yang bawa temennya ac milan, yaitu ce milan. Terlihat canda dan tawa kecil dari teman-teman, keakraban yang agak sulit untuk bisa terulang kembali. Alhamdulillah … makan udah selesai. Sebagian langsung beberes, perempuan diungsikan ke kamar si seberang, karena tidak mungkin sekamar dengan laki-laki. Sambil menunggu waktu, ngarenghab heula sejenak nongton TV yang pake Indovision. Dari sini lah terlihat, kita sebagai orang kampung yang maen ke tengah kebon teh. Langsung semua nonton acara yang tidak ada kalo pake antena FV Goceng dan sebagainya. Abong-abong gratis nongton eta TV, sampai-sampai itu TV ti saprak eta keneh, sampai kita pulang dari villa keesokan harinya hurung weh tuluy meskipun tidak ada yang menonton.

Asyik … inilah yang ditunggu-tunggu, kolam air hangat. Semua telah siap sedia untuk berendam, baik laki-laki maupun perempuan. Yang merobek keperawanan kolam itu pertama kali adalah Randi alias Ndoth dengan sepuntung rokok di tangannya. Kemudian semua masuk satu per satu, terkecuali saya yang terakhir masuk, karena saya masih memegang kamera untuk popotoan. Seperti gajah yang baru bisa terbang, semua terlihat senang sambil ketawa-ketiwi. Air hangat itu seolah sangat menjajikan di tengah hembusan angin malam. Dengan saung di sampingnya yang ada tempat untuk ngahawu, lalu ada tempat bersantai yang seperti rumah panggung di seberangnya dan alam yang sangat gelap di sudut lainnya. Semua terlihat sangat senang, ada yg main oray-orayan, aakodan, balap lumpat, dan lain sajabana. Bahkan terkadang keisengan muncul yang disertai gelak tawa semua orang yang sedang ngeueum. Namun tidak semua bertahan lama di situ, ada yang langsung keluar dari kolam itu, yakni Allam. Ketika yang lain masih berendam, dia sudah siap sedia dengan baju berkerah yang bergaris.

Semua telah keluar dari kolam itu, ada beberapa yang langsung mandi sekalian membilas tubuh mereka agar tidak baru belerang. Semua mandi di kamar mandi, kecuali saya, Yoga, Maul, dan Wiwit. Kami mandi dengan air pegunungan asli (cenah mah). Wajow … air nya begitu dingin menusuk tulang, tapi seger. Sampai akhirnya ya sudah lah. Segera mungkin semua masuk ke ruang yang ada TV, seperti ruang keluarga. Keripik pedas yang dibawa dari Bandung langsung dibuka, semua langsung memakannya dengan lahap, termasuk saya yang menghabiskan 4 bungkus. Tapi, peristiwa daru datang. Air telah habis, tidak yang bawa lagi. Terpaksa saya harus beli air. Di ditulah timbul ide iseng-iseng pelipur lara. Dengan alasan beli air saya pergi keluar menuju tempat dekat kolam air hangat. Kemudian, saya isi botol itu dengan mata air pegunungan asli yang tadi saya, Yoga, Maul, dan Wiwit pakai untuk membilas badan setelah berendam. Haha …. Yang tahu hal itu hanya, mungkin hanya kami berempat. Tapi tetap saja itu air habis diminum oleh para lelaki yang kebakaran lidahnya karena keripik pedas itu. Opera Van Java pun langsung menemani kita semua dengan kehadiran orang botak plontos yang merupakan kipper Persib, Markus Haris Maulana atau lebih dikenal Markus Horison. Gelak tawa menghiasi suasana saat itu hingga acara berakhir. Selesai acara OVJ, Alex ngajakan nyari warung mau beli rokok plus kopi cenah. Keluar lah kita berdua, mencari sebuah warung yang masih buka di malam itu. Suasana begitu gelap gulita ketika keluar dari villa, yang ada hanyalah penerangan dari sang bulan dan sang bintang. Hingga kita memasuki sebuah daerah ( sepertinya hanya sa RT eun ), kita langsung mencari warung kesana-kemari. Dan terlihat lah sebuah warung yang sudah tutup kala itu, namun digedor weh ku duaan. Si penjaga warung langsung membukakan pintu warung, dan meladeni pembelian rokok dan kopi. Waktu pun telah menunjukkan sekitar jam 10 malam.

Eng .. ing … eng … Waktunya bakar ayam !!! Semua langsung beraksi. Ayam langsung diambil, paranti ngabakar plus arangnya langsung dipasang, kecap sudah siap sedia, tapi ada satu masalah. Ngahurungkeun arengna make naon ? Segala daya dan upaya telah dicoba, mulai dari membakar kardus di bawah arang nya, lalu membakar koran bekas, hingga akhirnya terlihatlah seonggok motor mio hitam yang pasti ada bensinnya. Timbul lagi masalah, nyedot na pake apa ? piraku ditonggengkun. Akhirnya, mencobalah seorang Yoga dengan sedotan untuk aqua gelas ( nu leutik tea ), tapi angger weh hese da ngan saeutik-saeutik. Kemudian, terlihatlah sebuah selang yang pasti milik si kuncen villa. Tanpa rasa berdosa, dipotong lah itu selang ( tapi teu panjang teuing, ngan saeutik. Hampura ah ). Dan berhasil lah, kita mengeluarkan segelas bensin yang sempat membludak dari gelas aqua yang sudah disediakan. Aye … arang berhasil dinyalakan. Untuk masalah ngagiberan, serahkan pada ahlinya yaitu Allam. Pertama-tama, kecap ditaburkan di sebuah piring ( tapi asa bukan piring ). Kemudian, oles semua ayam dengan kecap yang telah tersedia hingga merata ke seluruh bagian dan tusuk ayam satu per satu. Lalu, bakar ayam pada tempatnya hingga menurut Allam sudah matang. Selanjutnya, angkat ayam yang sudah matang lalu simpan di tempat yang beralaskan plastic yang untuk nasi ( entahlah apa namanya ). Hmm … delicious. Meskipun ada beberapa yang over asak tapi tak apalah, semua tetap menikmatinya. Ada yang langsung dimakan tanpa nasi, namun ada juga yang makan dengan nasi ( kalaparan sigana mah ). Ada yang ngambil nasi sebungkus ewang, ada yang berdua, bahkan ada yang segitiga alias sebungkus bagi tiga. Tapi, saat itu persediaan air telah habis, dan terpaksa saya harus beli air untuk minum Dulur Baraya. Dan pergilah saya membawa botol aqua yang 1 liter untuk “membeli” air yang asli dari pegunungan. Saya isi full botol itu dengan mata air pegunungan asli ( lagi ). Haha … Tapi, saat saya tinggal sejenak, ternyata air itu telah habis oleh orang-orang yang kehausan, bahkan perempuan pun ada yang minum air itu ( Hampura pisan ). Saya pun berdoa, semoga air itu menjadi barokah bagi semuanya. Lagi-lagi suasana itu terasa menggembirakan dan akan selalu dikenang. Selesai makan semua masuk ruang keluarga lagi, tapi ada sebagian yang masih diam di luar. Uhe ketika itu sedang mencari acara yang seru di televisi ( tentunya channel yang luar negeri, kan pake Indovision ), hingga tertera sebuah acara yang menurut saya asyik, request lah saya kepada Uhe. Acara itu adalah Heroes 4 ( pernah tayang di Indonesia, tapi hanya sampai Heroes 2 ), acara seri televisi yang menurut saya cukup bagus karena menampilkan beberapa orang yang memiliki kekuatan super. Selesai nongton kita langsung beranjak ke tempat yang kita inginkan masing-masing.

Waktu terus bergulir hingga malam pun tiba, saat itu saya langsung naik ke atas melewati sebuah tangga dari kayu dan lokasinya bertepatan dengan sebuah bar, namun tak ada barang-barangnya, hanya desainnya saja dan di sebelahnya terdapat bekas kolam ikan yang sekarang sudah ditutup dengan semen. Tangga untuk masuk ke atas, seperti tangga zaman baheula, masuknya pun seperti orang yang menyelinap. Di atas ternyata sudah ada Uhe sedang ngagoler ( tunduh siga na mah ) dan akhirnya kita ngobrol ngaler-ngidul sambil makan keripik yang entah punya siapa bahkan masih terbungkus rapi sama sekali, akhirnya itu keripik habis, kemudian muncul Icuk ke atas dan dia bilang itu keripik yang dia temukan saat makan nasi dus tadi. Haha .. tapi keripiknya sudah habis dimakan oleh saya dan Uhe. Jadi weh, kita ngobrol ngulon-wetan bertiga hingga akhirnya muncul lagi seseorang, yaitu Pak Dian, guru BP kita yang mendampingi acara ini karena wali kelas berhalangan hadir. Jadi saja, kita ngobrol nya berempat saling bercerita sambil diselingi canda bahkan Pak Dian bercerita tentang dirinya saat ini dan saat sebelum menjadi guru BP. Malam semakin malam, hampir semua tertidur termasuk yang tadi ngobrol dengan saya. Namun saya belum tidur, iseng-iseng saja turun ke bawah, ternyata masih ada Maul dan Ndoth yang diam di bawah, ada Yoga yang setia dengan cikopi dan ududnya, ada Muthia dengan hapenya yang disimpan di telinga sedang teteleponan entah dengan siapa yang nun jauh disana, ada Alex yang tertidur di sofa dekat bar dengan siku menutupi wajahnya, ada Wiwit yang tidur dengan bantal dan selimut di sofa ruang tamu, dan ada juga Lisna dan Galih yang sedang silih tangkeup. Ngobrol sejenak dengan Yoga di kursi bar, ngobrol tentang komputer dan game Point Blank. Saya pun sudah sedikit ngantuk, dan naik ke atas mencari tempat untuk tidur sejenak. Namun tetap saja sulit untuk tidur, bahkan ada yang selalu menanyakan “can sare, Mar ?“ ( moal beja-beja saha ) sampai saya bosen mendengarnya, akhirnya saya sedikit menjauhi dia menuju sebuah karpet. Namun, ada pemandangan yang cukup aneh, yaitu ketika Icuk dan Uhe tidur di kursi tetapi Pak Dian tidur di karpet. ( teu sopan eta budak duaan ).

Pagi pun tiba, jengjeng …. Masalah kembali datang, makan pagi harus disiapkan untuk para peserta perpisahan kelas XII-B4. Dengan pemikiran yang tidak begitu panjang, saya dan Alex langsung menghubungi Ima sebagai pengatur uang. Kami pun langsung setuju ketika ada ide untuk beli makan di luar, 50 ribu rupiah harus cukup untuk semua yang hadir. Bergegaslah Alex mengambil motornya, langsung berangkat keluar villa menuju atas. Nanya sana-sini, ternyata tidak ada yang berjualan makanan yang kita inginkan bahkan ada yang mengusulkan untuk ke Subang ( tepat nama daerahnya lupa ). Namun, itu urung terlaksana. Kita kembali ke villa untuk menambah biaya makan, sebelum sampai villa ternyata di situ ada Pak Dian, Isti, Bella dan Wina sedang popotoan. Kita ngobrol dulu sejenak, sampai akhirnya Pak Dian menawarkan kita uang untuk nambah uang sarapan dan kita pun akan menggantinya nanti saat di villa ( karena jauh deui mun ka vila, jadi terpaksa mengambil usulan itu ). Setelah sampai ke jalan raya, tanpa basa-basi langsung membeli nasi goreng, tapi nasi gorengnya hanya tinggal 9 porsi lagi. Waduh … tak apalah, akhirnya kita membeli nasi goreng itu. Sambil menunggu, kita melihat pemandangan kebut teh yang terhampar hijau sangat rapi dan bersih. Nasi goreng pun telah siap saji, langsung kita bawa ke villa. Sebelumnya, kita berbicara dulu dengan Ima untuk mengganti uang Pak Dian tadi, tapi Pak Dian menolak untuk menerima penggantian uang tadi meskipun sudah dipaksa, ya sudahlah. Hatur Nuhun Pak Dian. Semua nasi goreng pun kita amparkan, di meja dapur dengan alas bungkus nasi biar terlihat agak banyak. Teng … timbul sebuah ide, yaitu nasi disanguan. Melihat nasi putih sisa semalam yang masih layak untuk dimakan, kita campurkan nasi putih itu dengan nasi goreng agar terlihat banyak ( wayahna nya ). Alhamdulillah, tidak ada yang komplain masalah itu, semua bisa memaklumi karena biaya yang kurang memadai. Perempuan didahulukan untuk makan nasi itu terlebih dahulu, sedangkan laki-laki nonton TV terlebih dahulu. Semua perempuan member sinyal bahwa telah selesai makan, dan kini giliran laki-laki yang makan. Saat mau makan, kita semua heran. Kok nasinya masih banyak, tadi perempuan pada makan apa ? karena yang habis hanya kerupuknya saja. Ya sudahlah, kita semua langsung menghabiskan semua nasi yang ada dengan silih rawu pake tangan. Makanan telah habis, namun masalah klasik kembali menghadang yaitu air minum yang tidak ada. Dengan sangat terpaksa untuk ketiga kalinya, saya “membeli” lagi air dari mata air pegunungan asli. Setelah kenyang, kita semua berkumpul lagi di ruang keluarga ngobrol sana-sini, kemudian kita semua naik ke atas ( entah kenapa semua laki-laki ngumpul di atas ). Kemudian, Galih mengajak untuk kembali berendam. Ya okelah, meskipun tidak semua kembali berendam. Setelah selesai, semua kembali bersiap dan beberes untuk pulang. Sambil menunggu mobil datang, kita semua popotoan terlebih dahulu. Mobil warna hijau yang menjemput pun datang, ada 1 yang spesial dari mobil itu yakni lambing Persib terpampang di pintu mobil. Kami masih menunggu 1 mobil datang, karena katanya sedang ada urusan terlebih dahulu.

Tiba-tiba hujan langsung menghujam kita semua, sebagian ada yang berteduh di saung dan ada yang berteduh di dalam mobil. Saya pun berteduh di saung yang ada di sebelah kolam air hangat. Ngobrol sambil ngemil di saung itu bersama teman-teman yang lain, sambil ada yang popotoan. Dan seperti biasa, saya membawa perbekalan minum dari mata air pegunungan asli. Dibawalah oleh saya ke saung itu, namun ada beberapa yang tahu akan hal itu, karena tempat “membeli” air itu tak jauh dari lokasi saung tempat kita berteduh berada. Hingga suatu saat, orang-orang yang ada di dalam mobil kehausan dan meminta air. Kemudian saya berikan kembali air pegunungan itu kepada mereka tanpa mereka sadari. Hhaha …. Setelah menunggu sekian lama, datanglah sebuah mobil carry, tapi ternyata bukan mobil itu yang akan kita gunakan, melainkan mobil yang sama dengan mobil yang pertama datang. Tak berapa lama, datang mobil kedua. Kita semua pun langsung bersiap pulang. Setelah beberapa orang naik mobil itu, terlihat keganjalan dari mobil itu. Bannya bocor !!! Dengan sangat terpaksa kita jadi menaiki mobil carry yang sebelumnya datang. Keun bae lah.

Perjalanan pulang cukup lumayan jauh. Hujan kembali menemani kepulangan kita menuju Bandung ... Geus tong nyarita deui lah, panjang teuing. Okelah kalau begitu. Singkat cerita kita semua kembali pulang ke Bandung dengan selamat.

Kisah ini akan selalu terkenang dalam diriku. Sebuah kisah yang sangat indah tentang sebuah keluarga.

Terima kasih, Dulur Baraya.


Bobsepers write on dulur-baraya.blogspot.com

This entry was posted on 7/13/2010 12:45:00 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: