Author: Dulur Baraya
•9/02/2009 05:32:00 PM

Sosoknya kini sudah terlihat lemah dan rapuh. Hanya ditemani kursi roda, Ateng Wahyudi menerawang saat ditanya tentang Persib. Dengan berkaca-kaca, ia pun bercerita seingatnya tentang Persib. Tutut katanya pun terkadang lemah, terkadang meninggi ketika menceritakan masa keemasan Persib pada decade 80 hingga 90-an.
Dari ceritanya tersirat kebanggaan karena di bawah kendalinya Persib menjadi tim langganan juara, padahal saat itu tim Persib tidak diberi gaji, apalagi kontrak dengan jumlah fantastis seperti saat ini.
“ Persib dulu sama sekarang jelas beda, sekarang lebih enak. Dulu tidak digaji, hanya diming-imingi rumah di antapani, tapi bisa juara. Persib sekarang harus juara karena lebih enak.” tutur mantan Walikota Bandung ini.
Dua periode menjadi walikota Bandung, dua periode juga memimpin Persib. Selama kepemimpinannya Ateng mengaku sudah beberapa kali membawa Persib juara di berbagai turnamen. Namun pria paruh baya kelahiran Cililin, 16 Maret 1936 ini, banyak tidak ingat di turnamen apa saja Persib meraih juara.
“ Pokona Persib dulu sering juara. Juara Perserikatan … uh semuanya dari anak-anak sampai yang gede melihat Persib arak-arakan keliling Bandung. Sampai para pedagang pun ikut-ikutan ngadukung Persib. Saya masih ingat ada tukang nasi goreng saking cintanya pada Persib, dia menurunkan harga untuk para pendukung Persib. Wah … banyaklah yang dukung Persib.” paparnya.
Tidak hanya itu, kesebelasan Persib pada jamannya tidak harus mengeluarkan kocek dari APBD. Menurutnya dulu banyak sponsor yang memberikan kadeudeuh jika Persib menang.
Ateng pun membantah jika dijamannya, Persib memiliki dana cadangan tetap untuk Persib.“ Enggak ada dana cadangan, semuanya dari sponsor. Apalagi kalau Persib menang, banyak sponsor yang ngasih duit. Setelah terkumpul saya bagi-bagikan ke pemain. Sekarang enak gajinya gede-gede,” ujar Ateng sambil mengisap rokoknya.
Meski banyak yang tidak diingatnya namun Ateng masih sempat menyebutkan beberapa pemain Persib yang telah membawa juara perserikatan. Satu per satu ia sebutkan, seperti Adjat Sudradjat, Robby Darwis, Djadjang Nurdjaman, Adeng Hudaya, Dede Rosadi dan lainnya. Kemudian Alm. Ade Dana dan Indra Thohir.
“ Thohir alus. Ceuk urang luar negeri ge, nu alus mah Thohir. Nu ayeuna mah teu arapal saha wae.” ujar Ateng. Ditanya suka dukanya bersama Persib, suami Siti Martilah ini mengungkapkan selama memimpin Persib banyak sekali sukanya. Menurutnya, Persib begitu dicintai banyak orang sampai-sampai rapat penting pun ditinggalkan demi Persib.
“ Dulu dari gubernur sampai pejabat-pejabat lainnya membatalkan rapat demi nonton Persib. Waktu itu gubernurnya Pak Yopie. Itu saking cintanya ke Persib, jadi semuanya pada nonton Persib untuk memberi dukungan.” jelas Ateng sambil tersenyum.
Ateng pun sedikit menyentil masalah pendukung Persib dari dulu hingga sekarang. Menurut Bapak lima anak ini, pendukung Persib tidak jauh beda dengan sekarang, hanya saja saat ini pendukung wanitanya lebih banyak.
“ Wah … Persib dari dulu sudah jadi tontonan menarik. Setiap bertanding penonton di Stadion Siliwangi selalu penuh. Tidak ada bedanya sama sekarang. Saya ingin Persib kembali juara. Arak-arakan lagi keliling Bandung bawa piala. Persib ayeuna kudu meunang. Udah ah cape.” pinta Ateng sambil mengakhiri.

Jasamu pada Persib akan selalu kami kenang, mohon maaf jika kami belum bisa membalas semua jasamu pada Persib, yang dapat kami berikan hanya doa tulus hati.
Semoga di usia yang sudah tidak muda lagi engkau selalu sehat wal’afiat untuk menatap gelar juara yang akan Persib kembali raih.
Terima kasih Bapak Ateng Wahyudi, selaku Bapak Sepakbola Bandung.
Hidup Persib !!

Peladjar Persib

Salajengna...
Author: Dulur Baraya
•9/02/2009 05:30:00 PM

Ada yang unik dari perjalanan karier sepakbola Robby Darwis (Sang legenda Persib-getihpersib). Berbeda dengan para pemain lain pada umumnya, yang biasanya mengawali karir di tim junior, Robby yang kini menjadi asisten pelatih Persib ini justru sebaliknya. Karirnya di Persib justru di tim senior dulu, baru ke tim junior.
Pada tahun 1982, Robby yang bakat terpendamnya ditemukan oleh talent scouting asal Polandia, Marek Janota (Pelatih asing terbaik yang pernah dimiliki Persib-getihpersib), langsung bergabung dengan tim senior Persib, ketika usianya masih sangat belia, 17 tahun. Setelah beberapa bulan berlatih, tim Persib U-18 membutuhkan pemain belakang tangguh untuk bertempur di Piala Suratin 1982/1983.
“ Waktu itu, saya diminta langsung oleh Ketua Umum Persib, Pak Solihin GP. Katanya, saya harus ikut Persib junior. Meski bergabung denagn tim senior, usia saya saat itu baru 17 tahun. Jadi masih pantas jadi pemain junior.” tutur Robby.
Di tim Persib U-18, Robby bergabung dengan para pemain seperti Dede Iskandar, Iwan Sunarya, Wawan Karnawan, Yoce Roni dan Jafar Sidik (para pemain yang membawa Persib Juara Perserikatan tahun 1986-getihpersib). Di ajang ini, Robby sukses mengantarkan Persib hingga partai puncak sebelum dikalahkan Persijap Jepara lewat drama adu penalti.

PROFILE
Nama : Robby Darwis
Panggilan : Robby
Julukan : Bima
Tempat, tanggal lahir : Lembang, 30 Oktober 1965
Jabatan : Legenda Persib, Asisten Pelatih Persib
Karir Pemain : Persib Bandung (1982-1989)
Kelantan FC (1989)
Persib Bandung (1989-1998)
Persikab (1989-2000)
Tim Nasional Indonesia (1987-1997)
Karir Pelatih : Produta FC (2006)
Persib Bandung (2007-sekarang)

Peladjar Persib

Salajengna...
Author: Dulur Baraya
•9/02/2009 02:18:00 AM


Matahari sudah terlihat memanasi kota Bandung, waktu menunjukkan pukul 13.00. Waktunya aku bersiap-siap untuk menonton Persib. Ku masukkan sebuah syal biru bertuliskan “ PERSIB ” ke dalam tas, beserta sebotol air putih untuk melepas dahaga setelah aku bernyanyi dan berjingkrak untuk mendukung Maung Bandung. Sesegera mungkin aku mengganti baju yang ku pakai, menjadi baju biru yang di belakangnya bertuliskan “ Are you vikers or just stupid ??? “ dan di depannya terdapat gambar seorang vikers dengan nama “ VIKING “ di atasnya dan “ PERSIB CLUB “ di bawahnya. Baju itu adalah baju “ perjuangan “, yang selalu ku pakai ketika pertama kali diriku dan jiwaku menginjakkan kaki di Siliwangi. Kemudian, celana jeans aku pakai. Tak lupa aku keluarkan kaus kaki dari lemari untuk melapisi sepatu yang akan ku pakai agar tak bersentuhan langsung dengan kulit kaki. Aku keluar dari kamar, menuruni tangga, menerobos ruang keluarga, melewati dapur dan mengambil sepatu di rak sepatu yang teronggok beserta kumpulan sepatu yang tak berdaya. Aku simpan sepatu itu di luar rumah beserta kaus kakinya, kembali aku masuk ke rumah menuju kamar mandi, untuk mencuci muka, membasuh tangan dan kaki, agar badan terasa segar. Ku ambil handuk untuk ngagaringkeun muka, tangan dan kaki ku. Waktu menunjukkan pukul 13.20, dan itulah terakhir kali aku melihat jam, karena setelah itu aku keluar memakai sepatu biru yang selalu menemaniku setiap kali diriku dan jiwaku hadir di Siliwangi untuk mendukung Persib Bandung. Sebelum pergi, aku berpamitan terlebih dahulu kepada kedua orang tua, dan meminta do’a mereka agar Persib menang dan hatiku senang.

Aku keluar dari rumah, menuju pagar rumah yang terpasang sterofoam bertuliskan angka 11. Ku buka pintu gerbang itu, dan ku tutup kembali. Jalanan terlihat ramai, beberapa mobil dan motor terlihat membawa para bobotoh Persib menuju tempat pertarungan Persib yang penuh nilai historis, yakni Stadion Siliwangi. Ku terjang panas teriknya matahari, untuk menuju sebuah perempatan yang menghubungkan Jl. Moh. Ramdhan dan Jl. Pungkur. Ku berhenti sejenak di bawah matahari yang membakar Bandung di siang hari, sambil menunggu sebuah kendaraan yang rajin membawa para bobotoh menuju Stadion Siliwangi, yaitu mobil hijau bernomor 02 yang bertuliskan Kalapa-Caheum-Aceh atau yang lebih sering disebut angkot . Ku angkat jari telunjuk ke depan untuk menghentikan angkot berwarna hijau itu, angkot itu sudah dipenuhi oleh beberapa bobotoh, aku pun terpaksa duduk di dekat lawang pintu karena hanya tempat itu yang tersisa.
Angin cukup deras menghantam tubuhku, yang justru mendinginkanku di bawah panasnya matahari saat itu. Terlihat sekumpulan orang di sekitar kantor sekretariat Persib dan di sekitar Markas Besar Viking, ada beberapa orang calo, ada beberapa orang berbaju biru yang bersiap untuk berangkat ke Stadion Siliwangi, ada pula yang masih bercengkrama dan tampak pula beberapa mahasiswa dari Universitas Langlangbuana yang keluar dengan mengendarai motor dan memakai baju biru. Jalanan semakin penuh dan terlihat hijau oleh beberapa mobil hijau yang ngetem, dan semakin biru oleh bobotoh Persib serta oleh angkot jurusan Buah batu - Kebon kalapa. Perjalanan tidak tampak membosankan di hari itu, karena ramai oleh ulah dan sorak sorai bobotoh, padahal jika hari biasa sangat tampak membosankan karena laju angkot hanya lurus terus sampai melewati Jl. Sunda. Perjalanan hanya memakan waktu sekitar 15 - 20 menit saja. Namun, setelah melewati sebuah supermarket di Jl. Sunda, angkot berhenti dan di depannya terdapat antrean beberapa mobil, karena Jl. Sunda untuk beberapa menit ditutup, dikarenakan gerombolan gerbong yang beroda besi sedang melintas. Setelah beberapa menit akhirnya semua kendaraan melaju dengan santai, termasuk angkot yang ku tumpangi. Ku keluarkan uang yang bergambar Pattimura sebanyak 2 lembar dari saku celanaku untuk membayar jasa kursi yang kududuki dan jasa supir yang bersedia membawaku menuju Stadion Siliwangi. Angkot itu akhirnya berhenti di Stadion Siliwangi, karena mungkin sang supir telah mengetahui bahwa banyak orang yang akan turun di tempat itu. Ku berikan 2 lembar uang bergambar Pattimura yang telah kulipat.
Setelah membayar ongkos kepada supir, tampak beberapa orang mendekatiku dan orang lain yang turun dari angkot. Orang itu berkata,” selatan … utara … timur …”, dan orang itulah adalah calo yang harus diberantas hingga tuntas. Calo itu terus mengikutiku, hingga dia berhenti ketika ku katakan dua kata saja yaitu ” tos aya “. Beberapa calo yang berkeliaran melakukan hal yang sama seperti calo sebelumnya, dan terpaksa ku katakan lagi dua kata pengusir calo. Baju biru bertuliskan “ Persib “ terlihat sangat jelas dan berlalu lalang di sekitar Stadion Siliwangi. Antrean panjang sudah terlihat di entrance tribun selatan, yang dulu disebut sebagai tribun neraka karena di tribun selatan itulah banyak batu yang beterbangan ke lapangan, darah yang keluar, dan jiwa militan para anggota Viking. Para pedagang dengan asyiknya masih menjajakan barang dagangannnya, mulai dari kaos, syal, topi, stiker, dls. Para petugas keamanan pun masih terlihat santai di depan pintu masuk tribun VIP, yang masih tampak lengang. Namun sedikit jauh di depannya, yaitu di entrance tribun utara sudah terlihat antrean yang tidak kalah panjang dengan antrean di entrance tribun selatan. Ku terus berjalan menyusuri jalan yang tersedia, hingga terlihat tumpukan warna biru di sekitar tribun timur. Para bobotoh sudah memenuhi tempat masuk tribun timur, sehingga menimbulkan kerumunan yang menyesakkan dan terlihat beberapa bobotoh cilik yang berusaha menyusup di sela-sela kerumunan itu. Aku pun akhirnya memasuki kerumunan biru itu. Tempat masuk yang hanya dibuka dua gerbang, membuat diriku dan bobotoh lainnya berdesak-desak dan bersesak-sesak di antrean itu. Setelah berdesakan dan bersesakan, akhirnya aku berdiri tepat di hadapan petugas penyobek tiket, ku berikan tiket seharga Rp. 15.000 itu. Akhirnya, aku dapat masuk ke tribun timur dengan dan menghirup udara segar setelah sedikit sulit bernafas sebelum masuk tadi.
Ku mencari tempat duduk, menengok ke kanan dan ke kiri. Masih cukup banyak tempat beton yang belum bertuan. Ku duduk di tempat yang tak jauh dari papan skor agar pertandingan terlihat jelas tanpa terhalangi oleh pagar besi hijau yang mengurung bobotoh di tribun timur. Para petugas keamanan terlihat memasuki stadion dan bersiap di depan semua tribun dengan segala perlengkapan dan atributnya, biasanya hal itu menandakan bahwa para pemain dari Persib dan lawannya akan segera tiba di Stadion Siliwangi. Tak berapa lama, tampak bis berwarna biru dan bergambar maung yang membawa seluruh official dan pemain Persib, tiba di sela-sela tribun utara dan tribun samping utara dengan diiringi tepuk tangan seluruh bobotoh yang memenuhi Stadion SIliwangi. Seluruh penumpang bis maung itu, akhirnya turun dan bergegas memasuki ruang ganti. Di seberangnya, yakni di sela-sela tribun selatan dan tribun samping selatan, tiba bis yang mengangkut tim lawan dan menurunkan seluruh penumpangnya untuk segera masuk ke ruang ganti. Sekitar 15 menit kemudian, seluruh pemain Persib keluar, beserta pelatih kepala dan asisten pelatih dengan diiringi kembali oleh tepuk tangan dan sorak sorai bobotoh yang mebirukan Stadion Siliwangi, untuk latihan sebelum bertanding dengan lawannya. Selang beberapa menit seluruh pemain dan pelatih beserta asisten pelatih tim lawan pun keluar untuk berlatih sebelum bertanding dengan “ Sang Penguasa Stadion Siliwangi “ Persib Bandung. Setelah kedua tim selesai berlatih kedua tim pun bersegera masuk kembali ke ruang ganti masing-masing yang telah disiapkan oleh panitia pelaksana alias panpel. Bobotoh di tribun timur tiba-tiba bertepuk tangan, karena telah hadir 2 orang dedengkot Viking yang akan menjadi conductor atau yang lebih dikenal dengan sebutan dirigen, mereka berdua adalah Panglima Viking, Ayi Beutik dan Yana Bool. Mereka berdua kemudian naik ke tempat besi yang telah tersedia di atas pagar tribun timur yang hanya cukup untuk 2 orang saja.
Ketika pertandingan dimulai, tepuk tangan dan sorak sorai bobotoh seisi Stadion Siliwangi mengiringinya. Koor-koor yang dinyanyikan untuk mendukung Persib Maung Bandung membuat Stadion Siliwangi bergetar dan menggema. Di tengah pertandingan cacian terkadang terlontar atas ketidakpuasan bobotoh terhadap kepemimpinan wasit di lapangan, teriakan senang, tegang dan kecewa terlontar silih berganti. Hujan yang mengguyur Stadion Siliwangi tak menghalangi seluruh bobotoh untuk berjingkrak, mengibarkan syal dan menyanyikan koor-koor yang menambah semangat tempur seluruh pemain Persib di lapangan yang sedikit basah dan becek. Ketika waktu istirahat telah tiba, teriakan yang ada di tribun timur tak pernah berhenti. Namun, teriakan itu adalah panggilan kepada para pedagang dan ada juga beberapa bobotoh yang tidak memanggilnya, termasuk diriku karena tidak lagi memiliki uang dan karena telah membawa persediaan air minum dari rumah. Kacang, bacang, tahu, cai, rokok, kurupuk, buah, dls. silih berganti terngiang di tribun timur yang basah karena hujan itu. Tensi pertandingan kian memanas ketika memasuki babak kedua, perubahan strategi dan formasi pemain, kerap menimbulkan sesuatu yang tak terduga di lapangan dan berpengaruh terhadap skor akhir yang didapat. Dukungan dan teriakan terhadap Persib kian menggema dan menggetarkan Stadion Siliwangi. Tepuk tangan dan sorak sorai semakin menggema dan menggetarkan Stadion Siliwangi, karena Persib berhasil menerkam lawannya di stadion yang dengan penuh kenangan dan nilai historis itu.
Kini, Stadion Siliwangi terkapar lesu tanpa kehadiran Maung Bandung. Tidak ada tepuk tangan dan sorak sorai yang menggema dan menggetarkan seisi Stadion Siliwangi. Karena, stadion itu sudah tidak dapat lagi menampung animo bobotoh yang semakin hari semakin besar, sehingga terkendala izin dari pihak kepolisian. Stadion Siliwangi yang pernah menjadi tempat kesuksesan Persib Bandung menjadi tim terbaik di Indonesia dari era Perserikatan hingga Liga Indonesia, hanya tinggal kenangan.
Tak ada lagi bobotoh yang memenuhi Stadion Siliwangi, tak ada lagi bobotoh yang memenuhi mobil hijau bernomor 02, dan tak ada lagi perjuangan diri dan jiwaku dalam mendukung Maung Bandung. Stadion Siliwangi, kini hanya tinggal kenangan yang tak akan terlupakan. Baju “ perjuangan “ yang melapisi jiwa dan ragaku untuk mendukung Persib, kini tersimpan rapi di lemari dan hanya sesekali dipakai. Syal biru bertuliskan “ PERSIB “ yang ikut membirukan Stadion Siliwangi, kini masih tersimpan rapi tanpa pernah berputar dan terbentang lagi. Sepatu biru yang menemaniku setiap kali menginjakkan kaki di Stadion Siliwangi, kini masih menemaniku untuk bermain futsal. Semuanya kini tinggal kenangan, perjuanganku dalam mendukung Persib di Stadion Siliwangi adalah perjuangan yang tak akan terlupakan, meski kini Stadion Siliwangi hidup tanpa didampingi Persib Maung Bandung.

Peladjar Persib

Salajengna...
Author: Dulur Baraya
•8/31/2009 05:49:00 PM

Secara resmi, Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung ( Persib ) berdiri pada tanggal 14 Maret 1933. Yang menjadi embrio Persib adalah sebuah klub yang dijadikan alat perjuangan kaum nasionalis bernama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond ( BIVB ). Klub yang didirikan sekitar tahun 1923 ini, menjadi salah satu klub yang turut mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia alias PSSI ( yang kini pabaliut organisasinya terutama dalam mengurus sepakbola Indonesia-getihpersib ) pada 19 April 1930 di Yogyakarta. Tercatat, ketika itu BIVB dipimpin oleh seorang tokoh bernama Mr. Syamsoedin.
Berdasarakan catatan yang ada, pada tahun-tahun berikutnya BIVB dipimpin oleh R. Atot, putra tokoh pejuang wanita Dewi Sartika. Pada saat itu, yang menjadi kandang BIVB adalah di Lapangan Tegalega, di depan tribun pacuan kuda. Ketika itu BIVB juga sudah mewakili Bandung dalam kejuaraan nasional. Tercatat BIVB pernah menjadi runner-up kejuaraan nasional pada tahun 1933 yang digelar di Surabaya, di bawah VIJ Jakarta ( cikal bakal tim sepakbola ibu kota yang gajinya nunggak-getihpersib ) Prestasi serupa diraih BIVB pada kompetisi tahun berikutnya di Bandung. Namun dalam beberapa tahun kemudian, BIVB menghilang dari peredaran.

Pada awal dekade 30-an, di Bandung juga muncul dua perkumpulan sepakbola lain yaitu Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung ( PSIB ) dan Natioanl Voetbal Bond ( NVB ). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu melakukan fusi dan muncullah perkumpulan sepakbola baru bernama Persib. Anwar St. Pamoentjak tercatat sebagai ketua umum pertamanya. Klub-klub yang menjadi anggota Persib ketika itu adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA dan Merapi.
Selain Persib, pada saati itu, di Bandung ada juga perkumpulan sepakbola milik orang-orang Belanda bernama Voetbal Bond Bandung & Omstreken ( VBBO ). Karena perkumpulan ini lebih banyak memainkan pertandingannya di Lapangan UNI dan SIDOLIG yang berada di pusat kota, orang-orang VBBO selalu memandang Persib sebagai perkumpulan kelas dua ( cengos VBBO teh euy-getihpersib ). Pasalnya, ketika itu Persib memang memainkan pertandingan-pertandingannya di pinggiran kota seperti Tegalega dan Ciroyom. Karena berada di tengah kota, warga kota Bandung pun lebih senang menyaksikan pertandingan VBBO.
Tapi, menjelang pendudukan Jepang, Persib menjadi satu-satunya perkumpulan sepakbola di Bandung, karena VBBO membubarkan diri ( VBBO milik meneer Belanda-getihpersib ). Saat itu, VBBO juga menyerahkan tiga lapangan yang biasa dipakainya yaitu UNI ( kini nyaris terlupakan bahkan tidak terpakai karena kurang perhatian dari pemerintah setempat-getihpersib ), SIDOLIG ( kini Stadion Persib-getihpersib ) dan SPARTA ( kini Stadion Siliwangi, yang tidak dapat lagi menampung animo bobotoh yang sangat besar-getihpersib ) kepada Persib. Selain itu, beberapa klub anggota VBBO seperti UNI dan SIDOLIG juga bergabung dengan Persib.
Pada masa pendudukan Jepang, seluruh kegiatan persepakbolaan di tanah air, tak terkecuali di Bandung dihentikan dan perkumpulannya dibredel. Persib pun mengalami hal yang sama, karena pemerintahan kolonial Jepang juga mendirikan sebuah perkumpulan yang memayungi seluruh kegiatan olahraga bernama Rengo Tai Iku Kai ( silahkan, cari sendiri artinya-getihpersib ).
Kendati tidak eksis, namun semangat Persib tetap hidup ( Hidup Persib !!! -getihpersib ) di hati tokoh-tokoh sepakbola dan pejuang Bandung ketika itu. Tidak heran, ketika Indonesia merdeka ( tanggal 17 Agustus 1945, berkat semua masyarakat Indonesia, terutama golongan terpelajar-getihpersib ) dan Jepang terusir ( lebih tepatnya diusir-getihpersib ) dari tanah air, Persib langsung kembali menunjukkan eksistensinya. Namun, karena situasi dan kondisi saati itu, Persib terpaksa didirikan kembali di Tasikmalaya, Sumedang dan Yogyakarta. Pasalnya, para tokoh Persib yang kebanyakan pejuang dan prajurit Siliwangi ketika itu harus meninggalkan Bandung untuk hijrah ke Yogyakarta. Baru pada tahun 1948, Persib dihidupkan kembali di Bandung oleh beberapa tokoh diantaranya dr. Musa, H. Alexa, Rd. Sugeng dan A. Munadi yang kemudian ditunjuk sebagai ketua.
Kendati demikian, kehadiran pemerintah kolonial Belanda yang masuk dengan mendompleng tentara sekutu ( Netherlands Indies Civil Adminitration { NICA } [ yang menyusup melalui South East Asia Command { SEAC } di bawah pimpinan Lord Louis Mountbatten ] yang dibentuk oleh van Mook dan van der Plass-getihpersib ) merongrong eksistensi Persib. Pemerintah kolonial Belanda kembali ingin menghidupkan VBBO ( perkumpulan sepakbola yang bubar menjelang pendudukan Jepang-getihpersib ). Namun, upaya Belanda itu kembali gagal dan Persib tetap menjadi satu-satunya perkumpulan sepakbola Bandung hingga saat ini.

Pelajar Persib

Salajengna...